Selasa, 10 November 2009

BAHAN PENGAWET (Preservatives)

Menurut Dr. Sri Durjati Boedihardjo, ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak ( perishable). Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang.
Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membelinya.
Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro Banten, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.
2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.

BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN
• asam benzoat,
• asam propionat,
• asam sorbat,
• sulfur dioksida,
• etil p-hidroksi benzoat,
• kalium benzoat,
• kalium sulfit,
• kalium bisulfit,
• kalium nitrat,
• kalium nitrit,
• kalium propionat,
• kalium sorbat,
• kalsium propionat,
• kalsium sorbat,
• kalsium benzoat, • natrium benzoat,
• metil-p-hidroksi benzoat,
• natrium sulfit,
• natrium bisulfit,
• natirum metabisulfit,
• natrium nitrat,
• natrium nitrit,
• natrium propionat,
• nisin, dan
• propil-p-hidroksi benzoat.


BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN NAMUN KURANG AMAN
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan.
• Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.

• Sulfur Dioksida (SO2)
Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.

• Kalium nitrit
Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet.
Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa menyebabkan keracunan, selain dapat mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.

• Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3 gram/kg bahan.

Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.

• Natrium Metasulfat
Sama dengan Kalsium dan Natrium Propionat, Natrium Metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.

• Asam Sorbat
Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400.

BAHAN PENGAWET YANG TIDAK AMAN
• Natamysin
Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit.
• Kalium Asetat
Makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.
• Butil Hidroksi Anisol (BHA)
Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, *shortening*, keripik kentang, pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan memicu kanker.
Antioksidan juga termasuk bahan pengawet. Zat ini ditambahkan untuk mencegah timbulnya bau tengik pada makanan yang mengandung lemak atau minya, seperti minyak goreng, keju, margarine, saus tomat, roti, daging sapi olahan dan sereal. Antioksidan dapat diperoleh secara alami maupun sintesis.
Contoh antioksidan alami antara lain:
• Lesitin
• Vitamin E
• Vitamin C (asam askorbat), merupakan bentukan garam kalium, natrium, dan kalium; digunakan pada daging olahan, kaldu, serta buah kalangan.
Contoh antioksidan sintesis antara lain:
• Butil hidroksianisol (BHA), digunakan untuk lemak dan minyak makanan


• Butil hidroksitoluen (BHT), digunakan untuk lemak, minyak makan, margarin dan mentega.


PENGAWETAN ALAMI

Penggaraman
Salah satu metode pengawetan alami yang sudah dilakukan masyarakat luas selama bertahun-tahun adalah penggunaan garam atau NaCl. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet. Prosesnya biasa disebut dengan pengasinan (curing) atau penggaraman (maka lahirlah istilah ikan asin).
Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama dibanding dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan beberapa hari atau jam saja. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan bisa disimpan selama berminggu-minggu. Tentu saja prosedur pengawetan ini perlu mendapat perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan bisa memicu penyakit darah tinggi (hipertensi).
Pendinginan (Pembekuan)
Metode lain yang dianggap aman adalah pengawetan dengan menyimpan bahan pangan tersebut pada suhu rendah. Suhu di bawah nol derajat Celcius mampu memperlambat reaksi metabolisme, disamping mencegah perkembangbiakan mikroorganisme yang bisa merusak makanan.
Prosedur pengawetan melalui pembekuan ini bisa membuat makanan awet disimpan selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Meski begitu, kualitas makanan yang dibekukan tetap saja berkurang sedikit dibandingkan makanan segarnya. Selain itu, pembekuan juga berpengaruh terhadap rasa, tekstur dan warna maupun sifat-sifat lain dari makanan tersebut.
Pengeringan
Cara lain yang juga kerap dilakukan untuk mengawetkan makanan adalah pengeringan karena air bebas merupakan faktor utama penyebab kerusakan makanan. Semakin tinggi kadar air dalam makanan tertentu, maka semakin cepat proses kerusakannya. Melalui proses ini, air yang terkandung dalam bahan makanan akan diminimalkan. Dengan begitu, mikroorganisme perusak makanan tidak bisa berkembang biak.
Seperti halnya makhluk hidup yang kita jumpai sehari-hari, baik jamur, kuman, maupun bakteri memerlukan air untuk bisa bertahan hidup. Namun agar hasilnya bisa maksimal, proses pengeringan harus berjalan sempurna. Jika tidak, jamur dan mikroba tetap bisa tumbuh pada makanan yang berarti tidak
aman lagi dikonsumsi.

Pengalengan (Canning)
Bahan makanan dipanaskan, kemudian dikemas rapat di dalam kaleng dalam kondisi steril (bebas mikroorganisme). Contohnya pada buah kalengan dan produk susu.
Penyinaran (Iradiasi)
Sinar ultraviolet atau sinar gamma dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan tanpa merusak kualitasnya. []


Formalin sebagai Pengawet Makanan
BEREDARNYA sejumlah makanan yang mengandung formalin telah meresahkan konsumen. Keresahan tersebut sebenarnya sudah lama terjadi. Hal itu terungkap lewat pernyataan pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) maupun lewat pemberitaan di media massa. Namun, tindakan pihak yang berwenang terkesan lamban. Padahal, makanan yang mengandung bahan kimia jenis ini ditengarai berdampak negatif pada kesehatan manusia konsumennya.
Sebagaimana ditegaskan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Denpasar, Jumat (30/12) lalu, sebenarnya izin penggunaan formalin, yang merupakan kewenangan Departemen Kesehatan, hanya untuk rumah sakit. Departemen ini tidak pernah mengizinkan penggunaan formalin untuk pengawet makanan. Bagaimana formalin sampai di tangan produsen makanan tertentu?
Menurut pengakuan sebuah produsen formalin di Jakarta, pihaknya juga melayani pembeli formalin perorangan. Dari 4.000 ton formalin produksi sebulannya, 1.000 ton di antaranya dipesan perorangan, toko kimia dan industri yang memerlukannya. Ada dugaan, sebagian formalin yang dibeli perorangan itu digunakan untuk pengawet makanan.
Harga formalin relatif murah. Sementara itu belum didapatkan zat pengawet makanan yang relatif lebih sehat dengan harga yang lebih terjangkau pengusaha kecil. Masuk akal jika sebagian Usaha Mikro Kecil dan Menengah dituding menjadi pengguna formalin sebagai zat pengawet makanan. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, Jumat lalu, mereka inilah yang terkena dampak langsung begitu isu penggunaan formalin merebak.
Di kalangan konsumen, utamanya konsumen berkantong tipis, memasarkan makanan yang berformalin tak mengalami banyak kendala. Masalahnya, pengetahuan mereka tentang bahaya penggunaan formalin sangat sedikit. Mereka pun memiliki keterampilan terbatas bagaimana cara mendeteksi makanan yang berformalin, dan mana yang tidak.
Jelaslah, masalah penggunaan formalin terkait beragam persoalan. Masalahnya bukan melulu terkait dampak negatif penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya. Masalahnya juga terkait tata niaga perdagangannya, kepastian hukum, tingkat pendidikan masyarakat, serta sikap hidup yang cenderung memilih jalan pintas untuk kepentingan sesaat dan mengabaikan dampak negatifnya yang lebih luas dan berjangka panjang.
Kita sambut positif keberhasilan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menemukan beredarnya sejumlah makanan yang mengandung formalin. Namun, apa artinya penemuan ini jika tidak ditindaklanjuti? Pihak mana yang harus menindaklanjuti penemuan kasus tersebut?
Persoalan formalin sebagai pengawet makanan hanyalah sebagian dari persoalan penertiban penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya umumnya agar tidak membahayakan konsumen. Persoalan ini bisa saja terjadi kaitannya dengan ramuan untuk kecantikan maupun untuk pengobatan yang proses pembuatannya tidak melalui prosedur yang bisa dipertanggungjawabkan.
Persoalan ini hendaknya membuka mata dan hati kita untuk melakukan tindakan preventif secara holistik. Semua pihak, dari pihak yang memiliki kewenangan di bidang perizinan produksi maupun tata niaga perdagangan dan pendistribusiannya, pihak yang memiliki kewenangan mengawasinya, sampai pihak yang memiliki kewenangan mengusut dan menyidiknya. Bahkan, kalangan ilmuwan pun seyogianya terketuk minatnya untuk menemukan zat pengawet makanan yang tidak berdampak negatif pada kesehatan dan yang terjangkau harganya oleh pengusaha kecil. YLKI sampai di daerah-daerah kita harapkan lebih giat memperjuangkan kepentingan konsumen, dan BPOM pun jangan sampai dikritik Menteri Kesehatan lagi, sebagai bekerja lamban.
Sementara itu, terasa tidak adil jika tudingan hanya ditujukan pada sosok pengusaha kecil sebagai pihak yang menyalahgunakan bahan kimia sebagai pengawet makanan produksinya

SEDIAAN OBAT

KLASFIKASI
•Obat cair
•Obat setengah padat
•Obat padat

OBAT CAIR
1. Solutiones dan mixture
2. Mixtura agitanda dan suspensi
3. Emulsa / emulsi
4. Saturasi dan netralisasi
5. Infusa
6. Guttae / drops
7. Injectiones / obat suntik
8. Inhalasi
9. irigasi

1. Solutiones (larutan) dan mixture (campuran)
•Solutio:
larutan dari sebuah zat dalam suatu cairan / pelarut, dimana zat pelarutnya adalah air, bila bukan air maka harus dijelaskan dalam namanya, misalnya :
–Sol. Camphora Spirituosa à kamfer spiritus
–Sol. Camphora Oleonosa à kamfer olie / minyak kamfer
–Camphora Nitroglycerini spirituosa à Lar. Nitrogliserin dalam spiritus

•Mixtura:
Larutan yang didalamnya terdapat lebih dari satu macam zat, yang dapat berupa campuran dari :
–Cairan dengan zat padat
–Cairan dengan cairan
–Cairan dengan extrak kental
Tidak ada perbedaan antara solutio dengan mixtura, contoh :
–Sol. Citratis Magnesici à Lar. Mg Citrat dalam air
–Mixt. Citratis Magnesici à campuran Mg Citrat, Syr, Simplex dan spiritus Citri dalam air

2. Mixtura agitanda dan suspensi
•Mixtura agitanda:
Campuran dimana konstituen mengandung zat padat yang tidak dapat larut.
•Suspensi:
Sediaan cairan yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (cairan pembawa), zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap dan dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi serta tidak boleh terlalu kental agar sediaan mudah dikocok dan dituang

•Sirup:
larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi
•Elixir:
larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven
•Lotio:
larutan atau suspensi yang digunakan secara tropical
•Spirit:
larutan mengandung etanol / hidro alcoholdari zat yang mudah menguap

•Tinctur:
larutan mengandung etanol / hidro alcohol dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia yang dibuat dengan cara perkolasi atau maserasi
•Air aromtik:
larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap
•Enema:larutan yang dimasukkan kedalam rectum dan colon, untuk merangsang pengeluaran kotoran (feses) memberikan efek terapi local atau systemic

3. Emulsa / emulsi
Adalah dua fase cairan dalam sistim dispersi (tetesan) dimana fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dalam merata dalam fase cairan lainnya dan umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (Emulgator).
•Emulsi O/W:
emulsi minyak dalam air, dimana minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pendispersi / pembawa (emulsi ini dapat dicernakan dengan air)
Contoh : susu (emulgatornya putih telur) Scott Emultion

•Emulsi W/O:
emulsi air dalam minyak, dimana air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan pembawa atau pendispersi (Emulsi ini dapat diencerkan dengan minyak)
contoh : Mentega, Ianolin

\jika emulgatornya larut dalam air à Emulsi O/W
jika emulgatornya larut dalam minyak à Emulsi W/O


4. Saturasi dan netralisasi
•Saturasi / Penjenuhan:
obat yang minumnya dibuat dengan jalan mencampurkan suatu asam dengan karbonat, dimana cairan dijenuhkan dengan CO2 (disebut dengan Potio Effervesces), maka tekanan didalam botol lebih tinggi dari pada tekanan diluar.


•Tujuan pemberian obat saturasi:
•Untuk menutupi rasa garam yang tidak enak.
•CO2 mempercepat absorbsi
•Merangsang keluarnya getah pencernaan yang banyak
•Sebagai carminativum atau laxans
•Untuk antioxydant
•Memberi efek psiokologi bahwa obat tersebut kuat

•Netralisasi atau penetralan:
obat minum yang di buat dengan jalan mencampurkan suatu asam dengan suatu basa (yang dipergunakan adalah suatu Carbonat) dan tidak mengandung CO2 (karena CO2 yang terbentuk selalu dihilangkan seluruhnya dengan cara pemanasan sampai larutannya jernih), yang termasuk Netralisasi:
•Suatu asam dinetralkan dengan NH4CL
•Suatu asam yang tidak larut dinetralkan dengan suatu HCO3 / CO3, dapat juga dengan NaOH

5. Infusa
•Infus / rebusan obat:
sedian air yang dibuat dengan mengextraksi simplicia nabati dengan air suhu 90° C selama 15 menit, yang mana extraksinya dilakukan secara infundasi


6. Guttae / drops
•Adalah sediaan cairan (dapat berupa solutio / mixtura / suspensi / emulsi) yang dipakai dengan cara meneteskan, baik sebagai obat dalam maupun obat luar dan harus homogen serta tidak boleh ada endapan.
Beberapa jenis guttae:
•Guttae orisà untuk kumur – kumur dan tidak untuk ditelan. Biasanya diencerkan dulu dengan air
•Guttae auriculares / tetes telinga à biasanya cairan pembawanya adalah bukan air, tapi lebih kental (mis. Glycerin, minyak propylenglikol)


•Guttae Nasales / tetes hidung à tidak boleh menggunakan lemak / minyak mineral sebagai cairan pembawanya
•Guttae Ophthalmic / tetes mata à berupa larutan / suspensi steril, cairan pembawanya berair, harus jernih, bebas benda asing, serat dan benang (harus disaring), serta tidak boleh digunakan setelah tutup dibuka > 1 bulan. Dan konsentrasi sunlimatnya tidak boleh > 1:4000
•Collyiria / obat cuci mata à tidak termasuk dalam obat tetesan, tapi cara kerja dan komposisi serta cara pembuatanya tidak berbeda dengan guttae ophthalmic, hanya jumlahnya lebih banyak

7. Injectiones / obat suntik
•Adalah sediaan steril untuk penggunaan parental.
Keuntungannya:
•Resorbsi obat lebih cepat dan baik
•Untuk obat yang tidak tahan asam lambung
•Untuk obat yang mengiritasi lambung
•Untuk pasien yang yang tidak dapat makan obat
•Yang memerlukan obat bekerja cepat (mis. mengalami shock)

8. Inhalasi
•Adalah sediaan obat / larutan / suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat yang diberikan melelalui saluran nafas hidung atau mulut untuk memperoleh efek local atau sistemik. (larutan yang disemprotkan dengan menggunakan gas inert dan wadahnya disebut inhaler)

9. Irigasi
•Adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga – rongga tubuh, pemakaiannya secara tropical dan tidak boleh secara parenteral

OBAT SETENGAH PADAT
•Unguenta
•Occulenta / salep mata
•Pasta
•Linimenta
•Sapones / sabun
•Cremores krim
•Gelones / gel

1. Unguenta
•Adalah sediaan setengah padat dan mudah dioleskan diatas kulit dan selaput lendir tanpa memakai kekerasan atau pemanasan
Salep terdira dari:
•Remedium Cardinale (bahan tunggal / campuran bahan utama). Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Kadar bahan obat umumnya 10 % kecuali dinyatakan lain atau mengandung obat keras / narkotik

•Konstituen / Dasar salep (bahan tersendiri atau campuran) adalah zat pembawa dengan massa lembek, mudah dioleskan dan umumnya berlembek, tapi dapat berupa massa lembek atau zat cair atau zat padat yang terlebih dahulu diubah menjadi massa yang lembek.
Secara umum salep dibagi atas 3 jenis:
•Salep Epidermic
adalah salep yang bekerja dipermukaan kulit, dan diharapkan tidak diserap. Salep ini berfungsi sebagai pelindung antiseptik, adstrigents dan pelawan rangsangan. Dasar salep yang cocok adalah Vaselin

•Salep Endodermic
adalah salep yang bekerja memasuki kulit tapi tidak menembus kulit, jadi diserapnya hanya sebagaian saja. Dasar salep yang cocok adalah minyak tumbuhan dan minyak alami
•Salep Diadermic
adalah salep yang bekerja sampai menembus kulit. Dasar salep yang cocok adalah Lanolin, Adeps Lanae, Oleum Cocoa
Sedangkan secara theurapetik, salep dibagi atas :
•Salep Penutup
adalah salep yang berfungsi sebagai melindungi kulit dari pengaruh luar
contoh: Boorzalf, Zinczalf

•Salep Resorpsi
adalah salep yang mana bahan – bahannya akan diresorpsi
contoh: salep untuk Rheumatik
•Salep Penyejuk
adalah salep yang banyak mengandung air sehingga memberikan rasa sejuk
contoh: Cold Cream

2. Occulenta / salep mata
•Adalah salep steril untuk pengobatan mata dengan menggunakan dasar salep yang cocok

Syarat – syarat Occulenta, yaitu:
•Homogen, tidak boleh mengandung bagian yang kasar dapat teraba.
•Bersih
•Steril

3. Pasta
•Adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaiaan topical, dan konsistensinya lebih plastis dari pada salep

Keuntungannya:
•Menyerap hasil – hasil sekresi dari kulit
•Mengurangi rasa gatal dan memberikan perasaan sejuk
•Obat – obat direkatkan pada kulit à mempertinggi pekerjaan obat tersebut

4. Linimenta
•Adalah sediaan cairan atau kental, mengandung analgetikum dan zat yang mempunyai sifat Rubefasin, melemaskan otot atau menghangatkan dan digunakan sebagai obat, serbuktidak boleh digunakan pada kulit yang luka atau lecet
Keuntungannya:
•Zat yang ditambahkan padanya diresorbsi lebih cepat
•Mudah dicuci à sangat baik untuk pemakaian pada kulit yang lembut

Macam – macam Linimenta, yaitu
•Campuran lemak padat dengan lemak lunak
•Campuran minyak dan cairan alkali (dibuat dengan cara penyabunan)
•Linimentum dengan Balsamun Peruvianum Ol. Terebinthinae
•Linimentum dengan minyak (harus memakai gom)
•Emulsi yang digunakan sebagai liniment, yaitu
–Emulsum Benzylis Benzoatus
–Linimentum Chloroform (dengan cara pencampuran biasa)

5. Sapones / sabun
•Adalah reaksi garam alkali dan asam lemak tinggi, dimana konsistensinya tergantung dari basa yang digunakan untuk menyabun, yaitu :
–NaOH à sabun keras
–KOH à sabun lemak


Macam – macam sapones:
•Sapokalinus : KOH + Ol. Sesami
•Sapomedicatus : NaOH + Ol. Olivarum
•Saposuperadipatus : Campuran Sapomedicatus 80 % + Sapokalinus 16 % + Adeps Lanae 4 % (bentuk ini yang paling dianjurkan untuk pengobata)
•Sapococos : Sabun Na yang dibuat garam Ol. Cocos

6. Cremores krim
•Adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental, mengandung air tidak kurang dari 60 %, dengan 2 type yaitu:
–Type minyak – air
–Type air minyak (mudah kering dan rusak)

7. Gelones / gel
•Adalah sediaan bermassa lembek berupasuspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa organic atau makromolekul senyawa organic yang masing – masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan

•Umumnya mengandung air disebut jelli, maka pada etiket tertera “kocok dulu”

OBAT PADAT
•Pulvis dan pulveres
•Pililae / pil
•Tabulae / tablet
•Capsulae / capsul
•Suppositoria
•Bacilla
•Spesies / jamu
•Implant / pelet
•Aerosolum

1. Pulvis dan pulveres
•Adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan dan digunakan untuk pemakaian oral ataul luar. isi serbuk terdiri dari :
–Obat (tunggal / campuran)
–Konstituen / vehiculum :
•Untuk serbuk oral à Saccharum Lactis
•Untuk serbuk tabur à Talcum venetum, Bolus Alba, Amylum.

2. Pililae / pil
Menurut beratnya dibagi atas :
•Boli : berbobot > 300mg, biasanya dipakai untuk pengobatan hewan
•Pilulae/pil adaah obat berbentuk bulat seperti pelor yang berbobot antara 50 mg – 300 mg, diameternya tidak > 8 mm dan tergantung berat jenis bahan – bahan obatnya
•Granula, berbobot < 30 mg dan tiap granula biasanya mengandung 1 mg bahan obat

3. Tabulae / tablet
•Merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Ukurannya adalah tidak boleh > 3x dan tidak boleh < 1/3x tablet
Macam – mcam tablet
•Tablet Kunyah
Untuk dikunyah dan memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak, serta biasanya untuk anak – anak (terutama untuk multivitamin, antasisda antibiotik tertentu)

•Tablet Buih / Efervesen
selain mengandung zat aktif, juga mengandung campuran asam dan natrium bicarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan CO2, maka tablet harus disimpan dalam wadah tertutup rapat atau pada kemasan tahan lembab
•Tablet Hisap / Lozengens
padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis yang membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut

•Tablet bersalut
disalut dengan bahan penyalut untuk maksud tertentu
Tujuannya:
–Menutupi rasa tidak enak (mis. Kina)/ bau yang tidak enak (mis. Vitazym)
–Membuat penampilan lebih baik menarik dan biasanya diberi warna bagus dan mengkilap
–Melindungi obat / zat aktif terhadap pengaruh udara, kelembapan dan cahaya (mis. Obat – obat yang hygroskopis dan mudah teroksidasi)
–Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.

Beberapa macam tablet:
•Tablet bersalut gula / dragee
disalut dengan lapisan terdiri dari campuran gula dan bahan lain yang cocok, dengan atau tanpa menambah zat warna.
•Tablet bersalut selaput / film Coated Tablet
disalut dengan lapisan selofan, metilselulosa, povidon atau bahan lain yang cocok
•Tablet bersalut kempa / salut kering
disalut dengan massa granula terdiri dari Laktosa, Calsium Fosfat atau bahan lain yang cocok à untuk mempercepat lepasnya satu obat dan obat lain

•Tablet bersalut enteric / Enteric coated
disalut sedemikian rupa sehingga obat tidak hancur dalam lambung tapi hancur dalam usus halus, yang disebut juga Delayed Action. Bahan penyalutnya adalah bahan yang tahan terhadap pengaruh asam lambung yaitu Sehellak, keratin dan salol. Tablet ini dibuat untuk obat – obat yang dapat mengiritasi lambung dan obat –obat yang dapat rusak bila kena asam lambung (contoh : Voltaren Aropas)

4. Capsulae / capsul
•Adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut, dimana didalamnya dapat diisi dengan obat serbuk, butiran atau granul, cair, semi padat
Jenis – jenis kapsul:
•Capsulae gelatinosae (dibuat dari gelatin) terdiri dari:
–Soft Capsulae / Capsulae Molles à lunak
–Hard Capsulae / Capsulae Durae à keras
•Capsulae Amylaceas (dibuat dari amylum)
•Capsulae Metilsellulosa

5. Suppositoria
•Adalah sediaan padat dalam dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina dan urethra, yang mana umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan sebagai pembawa zat therapeutic yang bersifat local atau sistemik
Jenis – jenisnya
•Suppositoria Anaha disebut juga Suppositoria
•Suppositoria Vaginalis disebut juga Globuli Vaginalis atau Ovula
•Suppositoria Urethralia disebut juga Bougie

6. Bacilla
•Adalah alat yang digunakan sebagai obat luar
Jenis – jenis batang:
•Bacilla Caustica (mengandung bahan – bahan caustik) contoh : Argenti Nitras dalam Bacilla
•Quelistifte (dipakai untuk melebarkan saluran – saluran) contoh : Batang Lanfinaria
•Bougie / Suppositoria Urethanilia (batang yang padat pada suhu kamar dan akan memberikan efek local dan sistemik)

7. Spesies / jamu
•Adalah bahan – bahan dan tumbuh – tumbuhan yang masih berupa bagian – bagian kasar yang dicampur atau tidak dicampur dengan garam – garam, yang kemudian akan dibuat infusa.
•Contoh:
–Species anti aphtosa
–Species laxantes
–Species anti asthmaticus
–Species diuretica

8. Implant / pelet
•Adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil berisi obat dengan kemurniaan yang yinggi (dengan atau tanpa eksipien) yang dibuat dengan cara pengepaan atau pencetakan

9. Aerosolum
•Nama lain adalah Aerosol Farmasetik yaitu sediaan yang dikemas dibawah tekanan dan mengandung zat aktif therapeutic yang dilepas pada saat system katup yang sesuai ditekan. Pemakaian sebagai obat luar, yaitu topical pada kulit, local pada hidung, local pada mulut atau local pada paru – paru

ANTIBIOTIK

Definisi ANTIBIOTIK
Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya.

Cara Kerja ANTIBIOTIK
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu:
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprin, asam p-aminosalisilat (PAS), dan Sulfon.

2. Menghambat sintesis dinding mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.

3. Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik, umpamanya antiseptik surface active agents.

4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan golongan kuinolon.

Jenis-jenis ANTIBIOTIK
Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan struktur kimianya.

Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya adalag amikasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilimisin, paromisin, sisomisin, streptomisin, dan tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

Salah satu contoh dari golongan beta-laktam ini adalah golongan sefalosporin dan golongan sefalosporin ini ada hingga generasi ketiga dan seftriakson merupakan generasi ketiga dari golongan sefalosporin ini.

Seftriakson
Obat ini umumnya aktif terhadap kuman gram-positif, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Untuk meningitis obat ini diberikan dua kali sehari sedangkan untuk infeksi lain umumnya cukup satu kali dalam sehari.

Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari IM atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0.25 ; 0.5 ; dan 1 g. Apabila obat ini diberikan sebanyak 250mg akan sangat ampuh dan tanpa komplikasi oleh karena itu menjadi pilihan utama untuk uretritis oleh gonokokus.

c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kuinolon (fluorokuinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

Golongan ini dapat digunakan untuk infeksi sistemik. Mekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, namun dapat terjadi dengan mekanisme mutasi pada DNA atau membrane sel kuman.

Golongan flourokuinolon aktif sekali terhadap enterobacteriaceae (E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus), Shigella, Salmonella, Vibrio, C. jejuni, B. catarrhalis, H. influenza, dan N. gonorrhoeae. Golongan ini juga aktif terhadap Ps. Aeruginosa. Berbagai kuman yang telah resisten terhadap golongan aminoglikosida dam beta-laktam ternyata masih peka terhadap fluorokuinolon.

Streptokokus (termasuk S. pyogenes grup A, Enterococcus faecalis, dan Streptococcus viridans) termasuk ke dalam kuman yang kurang peka terhadap fluorokuinolon. Kuman-kuman anaerob pada umumnya resisten terhadap fluorokuinolon.

Golongan kuinolon baru umunya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo dan insomnia.

Efek samping yang lebih berat pada SSP seperti reaksi psikotik, halusinasi, depresi dan kejang, jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping susunan saraf ini.

g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif.

EMULSI

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang menurut Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfactan yang cocok.
Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989).
Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran:
- Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W
- Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O
Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda (Ansel, 1989):
1.Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)
Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)). Daya kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air dan udara) akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan gaya kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun.
2.Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:
-Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air
-Lipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil & lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator mudah larut dalam air & sebaliknya).

3.Teori Interpelasi film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan tegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum, emulgator harus:
-Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
-Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse
-Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.
4.Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).
Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel shg terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara berikut:
-Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel
-Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
-Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
Adapun macam-macam emulgator yang digunakan adalah:
a)Emulgator alam (tumbuhan, hewan, tanah mineral) : diperoleh dari alam tanpa melalui proses). Contoh : Gom arap, tragacanth, agar-agar, chondrus, pectin, metil selulosa, CMC, kuning telur, adep lanae, magnesium, aluminium silikat, veegum, bentonit.
b)Emulgator buatan : dibuat secara sintetiks. Contoh : Sabun; Tween 20, 40, 60, 80; Span 20, 40, 80

Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan :
a.Dengan Mortir dan stamper
Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil
b.Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol pengocokan dilakukan terputus-putus utk memberi kesempatan emulgator utk bekerja
c.Dengan Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedlm ruangan yang didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi.
d.Dengan Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, shg partikel akan mempunyai ukuran yang sama
Cara membedakan tipe emulsi :
a)Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O dapat diencerkan dengan minyak
b)Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen
blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III
c)Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi karena fase internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar dlm emulsimis : air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat refelsibel.
d)Konductifitas
Elektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian sebaliknya.